Kamis, 15 Oktober 2020

“PERAN PENTING METODE EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KELUARGA, SEKOLAH DAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL” Syukron Fuad, S.Pd.

 

Karakter merupakan watak, tabiat atau kebiasaan yang ada dalam diri manusia. Ada yang mengatakan karakter adalah sifat yang diwariskan oleh orang tua yang tidak bisa dirubah, sehingga ada yang mengatakan kalau ada anak malas dibilang wajar karena orang tuanya malas, apakah ini sepenuhnya betul. Einstein mengatakan kecerdasan hanya 1 % dari gen yang diturunkan oleh orang tua, dan 99 % adalah ditentukan oleh usaha manusia. Thomas Alfa Edison  ketika masih duduk dibangku sekolah dasar banyak yang menyebut sebagai anak yang bodoh bahkan idiot, sebenernya thomas bukan bodoh tetapi ia merasa bosan dengan cara belajar disekolah yang hanya duduk manis memperhatikan gurunya menjelaskan, kemudian disuruh menghafal segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh gurunya yang menurut Thomas sama sekali tidak menarik, Thomas sering melontarkan pertanyaan yang menurut gurunya aneh, seperti mengapa ayam berbulu dan manusia tidak, pertanyaan ini dianggap pertanyaan bodoh oleh gurunya. Akhirnya orang tua Thomas Alfa Edison dipanggil pihak sekolah, dan pihak sekolah menyatakan untuk mengembalikan kepada orangtuanya. Thomas sempat bertanya pada ibunya, “ibu apakah aku dikeluarkan dari sekolah karena aku bodoh”, jawab ibunya “tidak nak, engkau tidak bodoh, hanya saja ibu ingin engkau selalu ada disamping ibu”, sambil menahan rasa sedihnya. Ibu mana yang tidak sedih ketika anaknya dikeluarkan dari sekolah.Thomas hanya bersekolah di sekolah formal selama 3 bulan. Nancy Matthews, seorang ibu yang luar biasa berusaha mendidik dan mengembangkan minat Thomas. Dibawah bimbingan sang ibu Thomas belajar materi-materi dasar sekolah, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Sang ibu juga memperkenalkan ilmu pengetahuan alam, sejarah, sastra kepada Thomas melalui buku-buku. Karena minat Thomas yang tinggi pada percobaan, nancy pun membuatkan laboratorium kecil dirumah.Akhirnya pada tahun 1879 thomas telah berhasil menciptakan lampu listrik pertama yang dapat menyala selama 40 jam. Keberhasilan Thomas ini bukan berarti dia tidak mengalami kegagalan, Thomas mengalami 9.955 kali kegagalan, tetapi kegagalan tersebut merupakan keberhasilan yang tertunda.

Berkaca dari cerita Thomas Alfa Edison karakter pada dasarnya dapat diubah,dapat dibentuk melalui proses. Dalam hal ini peran keluarga sangatlah penting untuk membentuk karakter anak. Banyak orang tua hanya ingin nilai anaknya bagus diukur dari nilai matematik/akademik, ketika nilai yang didapat kecil, maka orang tua akan marah,bahkan memukul dengan kasar, orang tua tidak melihat sisi yang lain, mungkin dia berbakat dibidang seni atau olahraga atau yang lain. Nah disini perlu kerjasama antara orang tua dan guru untuk melihat potensi anak didik, dan bisa kita arahkan untuk pembentukan karakter anak.


Gambar 1. Thomas Alfa Edison

Sumber gambar : www.idntimes.com

Dari sudut pandang budaya, karakter merupakan warisan budaya bangsa. Bagi orang sunda ada istilah jadi orang sunda kudu cageur (sehat jasmani dan rohani), bageur (baik), pinter lalu ada istilah silih asah (saling menajamkan pikiran), silih asih (saling mengasihi), silih asuh (saling membimbing), dan ini selalu ditanamkan oleh orang sunda. Orang jawa memiliki pedoman teposeliro (saling membantu), tenggang roso (saling menghargai), unggah ungguh (adab sopan santun) dan nerimo dan prinsip ini adalah merupakan pendidikan karakter, bahkan aksara jawa honocoroko ini memiliki makna kesetiaan, pengorbanan dan merupakan pendidikan karakter.

Bagi suku lampung juga memiliki 5 prinsip pendidikan karakter. Yang pertama adalah piil pesanggiri, yang artinya orang lampung memiliki harga diri yang tinggi/bermoral tinggi, orang lampung harus bekerja keras, harus berjiwa ksatria, dan memiliki rasa tanggung jawab, prinsip yang kedua adalah nemui nyimah yang berati orang lampung menerima pendatang, sangat menghargai tamu, hormat dan sopan terhadap sesama. Pada tahun 12 Desember 1905 pemerintah belanda menjadikan lampung sebagai daerah kolonisasi (program perluasan areal pertanian ), gelombang kedua tahun 1911 – 1939, gelombang ketiga terjadi ketika indonesia sudah merdeka, namanya bukan lagi kolonisasi tetapi transmigrasi, sehingga saat ini di Provinsi Lampung ada musium nasional transmigrasi, yaitu di daerah Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung, artinya dari zaman dahulu orang Lampung menerima pendatang. Prinsip yang ketiga adalah nengah nyappur yang berarti orang lampung punya prinsip harus membangun daerah, membangun negeri, keharusan untuk bergaul ditengah-tengah masyarakat dengan mengemukakan pikiran dan pendapat dalam bentuk musyawarah mufakat. Prinsip yang keempat adalah bujuluk buadok yang artinya orang lampung harus berjuang meningkatkan kesempurnaan hidup, bertata tertib dan bertatakrama ada juga yang mengartikan orang lampung memiliki panggilan (adok) gelar yang bisa menjadi teladan, contoh kakak laki-laki orang lampung dipanggil kiyai, nah dengan dipanggil kiyai diharapkan memiliki sifat seperti pak kiyai (orang yang ahli agama), contoh yang lain ada julukan raja yang diharapkan bisa melindungi keluarga, dan masih banyak julukan yang lain, prinsip yang kelima adalah sakai sambayan yang berarti orang lampung mempunyai prinsip gotong royong atau kerjasama.


Gambar 2. Pintu gerbang museum nasional ketransmigrasian

sumber gambar : https://m.tribunnews.com/

Dewasa ini pendidikan karakter yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita sepertinya sudah mulai jarang diajarkan kepada generasi berikutnya, apakah penyebabnya ? banyak faktor, mungkin kesibukan orang tua dalam bekerja, sehingga kurangnya waktu bersama anak atau tugas yang jauh orang tua dari keluarga, atau memang orang tua memang tidak peduli terhadap anak, ada juga yang beranggapan tugas mendidik anak serahkan saja pada ibu, pekerjaan ayah hanya mencari uang, sehingga bangsa ini mengalami fatherless (hilangnya peran ayah dalam keluarga). Jika kita lihat  Al qur’an surat Luqman disitu terdapat dialog antara ayah dan anak tentang ketauhidan, yaitu jangan mempersekutukan ALLAH SWT (QS. Luqman : 13), ada juga arahan Luqman kepada anaknya tentang setiap perbuatan manusia pasti ada balasannya (QS. Luqman : 16), lalu dialog tentang amar ma’ruf nahi mungkar yaitu suruhan untuk mengerjakan hal-hal kebaikan dan menghindari perbuatan buruk/tercela (QS. Luqman : 17), lau dialog tidak boleh sombong/angkuh (QS. Luqman : 18),   Sehingga pada dasarnya ayah memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak.

Menurut ilmu parenting, anak usia 0-2 tahun dekatkanlah dengan ibu (pemberian asi eklusif),usia 3 – 7 tahun dekatkan anak dengan ayah, pada  usia ini sangat penting untuk menanamkan aqidah pada anak, usia 8 – 14 tahun anak perempuan dekatkan dengan ibunya, anak laki-laki dekatkan dengan ayahnya pada usia ini anak harus tahu identitasnya. Anak -laki laki harus jadi laki-laki sejati, yang perempuan harus jadi perempuan sejati, jangan sampai terjadi laki-laki feminim, dan perempuan maskulin, na’udzubillahi min dzalik , usia 15-17 tahun, anak perempuan dekatkan dengan ayahnya, anak laki-laki dekatkan dengan ibunya. Usia diatas 17 tahun diharapkan anak sudah memiliki bekal yang matang untuk menghadapi tantangan hidup, dan sudah bisa mandiri.

Jika kita perhatikan anak kita berada  pada lingkungan keluarga sekitar 16 jam atau 67% nya ada pada kendali orang tua, sedangkan 8 jam atau 33 % nya ada dalam lingkungan sekolah, jadi pada dasarnya keluarga mempunyai kontribusi yang besar terhadap perkembangan karakter anak, ketika peran keluarga belum optimal dalam pembentukan karakter anak, maka disinilah guru mempunyai peranan penting dalam pembentukan karakter, bahkan pendidikan karakter ( character building) sudah diintegrasikan dalam kurikulum sekolah. UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, danmenjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan  nilai  secara  afektif,  dan  akhirnya  ke  pengamalan nilai  secara  nyata.

Mengutip pernyataan mendikbud bapak Nadiem Makariem : Menurut riset Stanley berikut ini adalah 10 faktor teratas yang akan mempengaruhi KESUKSESAN antara lain :
1. Kejujuran (Being honest with all People)
2. Disiplin keras (Being well-disciplined)
3. Mudah bergaul (Getting along with People)
4. Dukungan pendamping (Having a supportive spouse)
5. Kerja keras (Working harder than most people)
6. Kecintaan pada yang di kerjakan (Loving my career/business)
7. Kepemimpinan (Having strong Leadership qualities)
8. Kepribadian kompetitif (Having a very competitive spirit/Personality)
9. Hidup teratur (Being very well-Organized)
10. Kemampuan menjual Ide (Having an ability to sell my Ideas/Products)

Membentuk karakter adalah kebutuhan utama. Bangsa Indonesia bukan tidak butuh orang yg pinter karena bangsa Indonesia sudah banyak orang pintar namun bangsa Indonesia membutuhkan orang-orang yg mempunyai karakter beradab sopan santun dan ber akhlak mulia.

Sebagai guru kita harus bisa menciptakan kelas yang menyenangkan bagi siswa, jangan sampai terjadi kasus seperti Thomas Alfa Edison yang jenuh tidak semangat belajar karena proses KBM membosankan. Oleh karenanya guru harus terus belajar bagaimana membuat kelas aktif menyenangkan, sehingga siswa tertarik untuk belajar. Sebagai guru IPA terpadu (Fisika, Kimia, Biologi), ketika aku menjelaskan materi biologi yang mayoritas teori, fakta yang terjadi adalah siswa cepat bosan, apalagi ketika menjelaskan materi fisika yang banyak rumus hitungan aku selalu melihat siswa malas untuk menghitung, lalu aku berfikir bagaimana agar pelajaran IPA disukai siswa. Aku coba dengan percobaan sederhana misalnya saat menjelaskan hukum Archimedes yaitu dengan menggunakan telur yang kita masukkan kedalam gelas dan posisi telur itu tenggelam, lalu kita tambahkan dengan garam, maka posisi telur akan sedikit demi sedikit terangkat, disitu siswa mulai tertarik, “loh pak ko telurnya melayang”, lalu aku berkata “tambahkan lagi dengan air garam”, dan siswa mengatakan “pak posisi telurnya terapung”. Dari sini siswa belajar dari pengalamannya  (Experiential Learning), siswa menemukan bahwa ketika air diberi garam maka massa jenisnya akan bertambah, hal ini yang membuat telur akan melayang dan terapung. Setelah percobaan lalu aku menjelaskan apa pengertian gaya Archimedes dan kuberikan formula rumusnya Farch = ρ x v x g. Dari kegiatan tersebut karakter yang dapat terbentuk yaitu tanggung jawab, mandiri, kerja keras, rasa ingin tahu, berpikir logis, rasional dan analitis, kreatif dan inovatif, kerjasama, santun, saling menghargai.

Selain dengan percobaan, kita coba pembelajaran di luar kelas (out door), misalnya materi tentang tumbuhan dikotil dan monokotil ajak siswa untuk menyebutkan ciri-ciri tumbuhan dikotil dan monokotil secara langsung, misal untuk tumbuhan dikotil siswa kita bawa menuju pohon mangga/jambu dan untuk tumbuhan monokotil siswa kita bawa menuju pohon kelapa, contoh lain misalnya materi gerak tumbuhan, seperti mengamati daun putri malu (gerak seimonasti), dari sini siswa belajar dari pengalaman, ada istilah “pengalaman adalah guru yang terbaik”. Sebagai guru kita harus melibatkan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Peran guru disini adalah sebagai fasilitator yaitu mengarahkan siswa didik untuk dapat memecahkan masalah, menemukan solusi dari berbagai permasalahan  yang ada. Menurut Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan confucius yang disebut dengan belajar aktif (active learning), yaitu : apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat sedikit, apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman saya mulai paham, apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan apa yang saya ajarkan pada orang lain saya kuasai.

Selain membangun kognitif/pengetahuan anak, ada yang lebih penting adalah membangun moral/sikap dan psikomotorik/keterampilan. Bukankah orang yang terampil/kreatif adalah orang-orang yang dicari dalam lembaga atau perusahaan. Sekarang banyak perusahaan mencari karyawan dilihat dari kreatifitasnya, misal bisa membuat program atau aplikasi, bisa bekerjasama dalam tim (team building). Bahkan sekarang sudah ada perusahaan yang menerima karyawannya tidak harus sarjana yang paling terpenting adalah memiliki keahlian.

Selain pembentukan karakter melalui kegiatan kokurikuler (KBM),  sekolah juga harus menyediakan pembentukan karakter melalui kegiatan intrakurikuler (OSIS dan Pramuka) maupun ekstrakurikuler seperti PMR, Pecinta Alam, BBQ, Paskibra, UKS, Teater, Beladiri, Science center, English Club sehingga terbentuk pengalaman belajar yang bermuara pada pendidikan karakter anak.

 

Tabel Contoh Pengintegrasian Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Pengembangan Diri

(Sumber : Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa, Puskurbuk, Januari 2011 dimodifikasi oleh penulis )

 

Jenis Pengembangan Diri

Nilai-nilai yang ditanamkan

Strategi

1.      Pramuka

 

 

·         Demokratis

·         Disiplin

·         Kerja sama

·         Cinta tanah air

·         Toleransi

·         Peduli sosial dan lingkungan

·         Cinta damai

·         Kerja keras

·      Latihan terprogram (kepemimpinan, Penegakan Disiplin dan Tata tertib, Berorganisasi)

 

 

2.      UKS dan PMR

·         Peduli sosial

·         Toleransi

·         Disiplin

·         Komunikatif

·         Kerjasama

·         Latihan terprogram

·         Kegiatan rutin bekerjasama dengan puskesmas/ dinas kesehatan

 

 

3.      KIR

·         Komunikatif

·         Rasa ingin tahu

·         Kerja keras

·         Senang membaca

·         Menghargai prestasi

·         Jujur

·         Pembinaan rutin

·         Mengikuti perlombaan

·         Pameran atau pekan ilmiah

·         Publikasi ilmiah secara internal

4.      Olahraga

 

·         Sportifitas

·         Menghargai prestasi

·         Kerja keras

·         Cinta damai

·         Disiplin

·         Jujur

·         Melalui latihan rutin (antara lain: bola voli, basket, tenis meja, badminton, pencak silat, outbond)

·         Perlombaan olah raga

·         Mengikuti O2SN/KOSN

5.      Kerohanian

 

 

·         Religius

·         Rasa kebangsaan

·         Cinta tanah air

 

 

·         Beribadah rutin

·         Peringatan hari besar agama

·         Kegiatan keagamaan

6.      Seni budaya/Sanggar seni

 

 

·         Disiplin

·         Jujur

·         Peduli budaya

·         Peduli sosial

·         Cinta tanah air

·         Semangat kebangsaan

·         Latihan rutin

·         Mengikuti vokal grup

·         Berkompetisi internal dan eksternal

·         Pagelaran seni

7.      Kepemimpinan

·         Tanggung jawab

·         Keberanian

·         Tekun

·         Sportivitas

·         Disiplin

·         Mandiri

·         Demokratis

·         Cinta damai

·         Cinta tanah air

·         Peduli lingkungan

·         Peduli sosial

·         Keteladanan

·         Sabar

·         Toleransi

·         Kerja keras

·         Pantang menyerah

·         Kerja sama

·         Kegiatan OSIS

·         Kepramukaan

·         Kegiatan kerohanian

·         Kegiatan KIR

·         Kegiatan PMR

8.      Ekskul Sains

 

·         Tanggung jawab

·         Mandiri

·         Kerja keras

·         Rasa ingin tahu

·         Berpikir kritis, logis, rasional dan analitis,

·         Kreatif

·         Inovatif

·         Kerjasama

·         Bimbingan Olimpiade

·         Praktikum sains

·         Mengikuti lomba olimpiade

·         Mengikuti OSN/KSN

 

Experiential Learning merupakan salah satu metode belajar yang menitik beratkan pada proses belajar melalui pengalaman. Pengalaman bisa berupa melihat, mendengar, merasakan, melakukan. Fase selanjutnya adalah proses penghayatan dan evaluasi sehingga pembelajaran yang didapat tidak hanya sekedar mengetahui tetapi juga memahami.

Melalui metode experiantial learning kita wujudkan generasi yang berkarakter, generasi yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ),kecerdasan Emosional ( EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), generasi yang yang beriman dan bertaqwa, jujur, disiplin, peduli, menghargai orang lain, kerja keras, bertanggung jawab yang sesuai dengan tujuan pendidikan dapat tercapai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar